Get Gifs at CodemySpace.com

ANAK GUNUNG KRAKATAU

Sabtu, 21 Mei 2011

Pada 1927 Krakatau (volcanic island) memperlihatkan fenomena menarik. Tumpukan lava dari kawah Gunung Krakatau muncul ke permukaan laut dengan ketinggian satu meter dari permukaan laut. Tetapi, makin lama, kawah itu semakin besar dan bertambah tinggi, hingga akhirnya diberi nama Anak Krakatau. Hingga kini, Gunung Anak Krakatau masih aktif dan sering meletupkan pasir dan lava panas. Setiap tahun, ketinggian Gunung Anak Krakatau bertambah, pelan-pelan membentuk pulau.
Meskipun masih aktif, Gunung Anak Krakatau sudah dihuni tumbuhan dan biota. Kawasan itu merupakan laboratorium alami untuk mempelajari pengetahuan alam, geologi, vulkanologi, dan biologi. Wisatawan bisa mengetahui berbagai gejala alam, seperti proses pembentukan pulau, gunung, dan hutan. Di pinggir pantai, sekalipun tandus, tumbuh pohon seperti cemara, waru, ketapang, kangkung laut, dan alang-alang. Perkembangan vegetasi itu, bahkan terhenti ketika Anak Krakatau meletus pada 1952 dan 1953.
Agak berbeda dari Anak Krakatau, Gunung Krakatau Besar yang tingginya mencapai 2.000 meter sudah hampir seperti cagar alam. Di Pulau Krakatau Besar, terdapat tumbuhan kilangir, cemara, dadap, ketapang, waru, mara, dan cangkudu. Krakatau Kecil (Pulau Panjang), sudah ditumbuhi kilangir, waru, dadap, dan mara. Sampai kini, di Pulau Krakatau Besar dan Kecil, wisatawan sering menemukan biawak
Gunung Anak Krakatau memang dibuka untuk tujuan objek wisata. Daya tarik Krakatau justru saat kondisi aktif mengeluarkan asap tebal dan debu vulkanik. Meskipun sudah dibuka untuk tujuan wisata, pengunjung tetap harus berhati-hati. Wisatawan hanya diperbolehkan berada dalam radius dua kilometer dari kawah. Bagaimanapun, Anak Krakatau tergolong berbahaya bagi siapa pun yang mendekati. Terkadang, ada juga kesempatan mendaki Anak Krakatau. Izin pendakian yang aman hanya diberikan sampai batas lereng. Pasir hitam dan angin kencang sangat riskan bagi keselamatan pendaki.
Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau biasanya juga sangat berhati-hati memberikan izin kepada wisatawan yang datang. Karena itu, wisatawan yang berminat ke kawasan Anak Gunung Krakatau, dipersilakan berangkat Banten (PANTAI CARITA). Pada status waspada seperti Agustus 2008, letupan debu dan kerikil panas Krakatau tentu berbahaya bagi siapa pun. Tetapi, banyak wisatawan yang justru tertarik dengan sensasi gunung krakatau ini.
Sejarah Singkat

Kepulauan Krakatau (Rakata, Sertung, Panjang) merupakan sisa dari pulau gunung berapi yang disebut Krakatau Purba, mempunyai diameter 11 km dan tinggi 2 km (tercatat pada Javanees Book of Kings) yang diperkirakan meletus dan terpecah menjadi 3 gugusan Pulau pada sekitar Abad VI.

Krakatau timbul sebagai gunung berapi yang aktif sampai mencapai ketinggian 830 meter dengan diameter 5 km.

Aktifitas gunung berapi dimulai secara teratur pada bulan Mei sampai bulan Agustus 1883. Pertama kali meletus dari arah puncak Perbuatan yang didahului dengan rangkaian gempa bumi dan pada tanggal 26 dan 27 Agustus 1883 terjadi letusan dahsyat yang terdengar sampai 4500 km dari titik letusan, antara lain di Australia Selatan, Ceylon dan Filipina.

Pada waktu itu terjadi ombak pasang yang sangat besar setinggi 40 meter yang menghancurkan 295 desa dengan membawa korban lebih dari 36.000 orang meninggal, khususnya disekitar daerah Selat Sunda, Pantai Teluk Lampung. Material yang dimuntahkannya lebih kurang 18 km kibik, dengan debu yang beterbangan mencapai ketinggian 80 km dari permukaan laut dan mengakibatkan keadaan gelap total selama 22 jam.
Akibat dari letusan Pulau gunung Krakatau tersebut, hanya tersisa lebih kurang sepertiganya.


Kepulauan Krakatau

Krakatau merupakan suatu gugusan kepulauan yang terdiri dari 4 buah Pulau yaitu Pulau Sertung, Pulau Krakatau Besar (Pulau Rakata), Pulau Krakatau Kecil (Pulau Panjang) dan Pulau anak Krakatau yang muncul ditengah ketiga Pulau lainnya pada tahun 1927 atau 44 tahun setelah letusan dahsyat yang mengguncang dunia pada tahun 1883.

Diantara keempat Pulau tersebut, saat ini yang masih aktif sebagai Gunung Berapi adalah Pulau Anak Krakatau. Krakatau merupakan kepulauan yang tidak berpenduduk dan kini banyak Wisatawan yang mengadakan pendakian dan penelitian di Pulau Anak Krakatau yang setiap tahun bertambah tinggi.

Sisa-sisa letusan dan alam sekitarnya dapat dilihat dari Puncak , terlebih di kala matahari akan terbenam merupakan pemandangan alam yang sangat menakjubkan.


Letak, luas & keadaan fisik

Kepulauan Krakatau secara administratif termasuk kadalam Wilayah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Kepulauan ini berada di Selat Sunda, diantara Ujung Barat Pulau Jawa dan Ujung selatan Pulau Sumatera.

Secara geografis Kepulauan Krakatau terletak antara 105 20 15 s/d 105 28 22 Bujur Timur dan 06 03 25 s/d 06 10 43 Lintang Selatan. Kawasan lindung/ Cagar Alam mempunyai luas 13.735 Ha. Terdiri dari laut dan daratan.

Iklim dari kawasan ini terdiri dari musim kemarau pada bulan April s/d Agustus dan musim penghujan pada bulan September s/d Maret dengan curah hujan rata-rata adalah 850 mm per tahun.


Pulau Sertung

Flora dipulau ini didominasi oleh Kilangir, Ketapang, Mara (Macaranga fanarius), Cemara laut (Casuarina), Melinjo dan Dadap (Ficus ampelas).

Sedangkan fauna dipulau ini terdapat Biawak (Varanus sp), Burung Troco, Tikus, Burung Raja Udang, Burung Kacer, Burung Podang, Wili-wili, Ular Sanca (Phyton sp), Penyu sisik serta Penyu Hijau.


Pulau Krakatau Besar

Flora dipulau ini terdapat Kilangir, Cemara, Mara, Ketapang, Hampelas (Ficus ampelas), Waru, Biroso dan Cengkudu (Morinda catrifalia). Sedangkan Fauna dipulau ini terdapat Biawak, Tikus, Burung Troco, Burung Raja Udang, Kadal, Kalong Besar (Fetolocus Vampire), Elang (Falconidae), dan Sesap Madu.


Pulau Krakatau Kecil

Flora dipulau ini didominasi oleh Kilangir, Waru, Hampelas dan Mara. Sedangkan faunanya antara lain Kadal, Tikus, Burung Raja Udang, Ular Phyton dan Biawak.


Anak Krakatau

Flora dan Fauna hanya dapat hidup dan tumbuh disebagian dari gunung Anak Krakatau, di karenakan aktifitas magma.

Beberapa flora yang dapat dijumpai diantaranya adalah Cemara Laut, Waru, Ketapang, Kangkung Laut dan Rumput Gelagah. Sedangkan fauna yang dapat ditemui adalah kadal, Tikus, Ular Dahan, Burung dan Biawak.

Letak, luas & keadaan fisik

Kepulauan Krakatau secara administratif termasuk kadalam Wilayah Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. Kepulauan ini berada di Selat Sunda, diantara Ujung Barat Pulau Jawa dan Ujung selatan Pulau Sumatera.

Secara geografis Kepulauan Krakatau terletak antara 105 20 15 s/d 105 28 22 Bujur Timur dan 06 03 25 s/d 06 10 43 Lintang Selatan. Kawasan lindung/ Cagar Alam mempunyai luas 13.735 Ha. Terdiri dari laut dan daratan.

Iklim dari kawasan ini terdiri dari musim kemarau pada bulan April s/d Agustus dan musim penghujan pada bulan September s/d Maret dengan curah hujan rata-rata adalah 850 mm per tahun.
http://www.caritaleisure.com/krakatau-volcano-tour.html


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Penyakit Tanaman (PERLINDUNGAN HUTAN)

Minggu, 08 Mei 2011


RUMIKO RIVANDO
0814081062


Penyakit Tanaman


Penyakit tanaman adalah terjadinya gangguan proses fisiologis dari tanaman (meliputi bagian biji, bunga, buah, daun, pucuk, cabang, batang, dan akar) sebagai akibat terganggunya fungsi atau bentuk jaringan atau organ tanaman oleh penyebab penyakit (Tarr, 1972

A.        Ciri-Ciri Pohon

1.         Meranti (shorea spp)
Pohon dapat mencapai tinggi 60 m, bebas cabang 35 m, diameter 1 m. Banir menonjol tetapi tidak terlalu besar. Tajuk lebar, berbentuk payung dengan ciri berwarna coklat kekuning-kuningan. K ulit coklat keabu-abuan, alur dangkal, kayu gubal pucat, dan kayu teras merah tua. Daun lonjong sampai bulat telur, panjang 8 -14 cm, lebar 3,5-4,5 cm. Permukaan daun bagian bawah bersisik seperti krim, tangkai utama urat daun dikelilingi domatia terutama pada pohon muda, sedang urat daun tersier rapat seperti tangga. Bunga kecil dengan mahkota kuning pucat, helai mahkota sempit dan melengkung ke dalam seperti tangan menggenggam. Deskripsi buah dan benih. Buah seperti kacang yang terbungkus kelopak bunga yang membesar. Kelopak ini berbulu jarang dengan 3 cuping memanjang sampai 10 cm dan melebar 2 cm berbentuk sendok, 2 cuping lainnya berukuran panjang 5,5 cm dan lebar 0,3 cm. Panjang benih 2 cm, diameter 1,3 cm, bulat telur, berbulu halus dan lancip dibagian ujungnya. Unit penaburan dan pengujian adalah buah dimana bagian bawah kelopak disisakan setelah sayap dipotong. 1 kg terdapat 1300-2100 butir benih tanpa sayap.
2.         Kayu Putih (Melaleuca leucadendron)
Dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 400 m dpi, memiliki struktur pohon yang tinggi dengan ukuran 10-30 m, kulit batangnya berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit berwarna putih yang terkelupas tidak beraturan. Tanaman ini berakar serabut, daunnya tunggal, lancip, helaian berbentuk jorong atau lanset, strukturnya agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, letak berseling, panjangnya 4,5-15 cm, lebar 0,75-4 cm, ujung dan pangkalnya runcing atau agak bulat, tepi rata, tulang daun sejajar berbentuk tombak. Permukaan daunnya berambut, berwarna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan. Bila daun diremas atau dimemarkan akan berbau minyak kayu putih. Daunnya mengandung 0,7 % minyak kayu putih. Bunganya merupakan bunga majemuk, berwarna putih, bunga berbentuk seperti lonceng, berambut atau tidak berambut. Kelopak bunga berbentuk mangkok dengan panjang 1,5-2,5 mm, mahkota bunga berbentuk bulat telur dengan panjang 2-3 mm, berkelenjar minyak berwarna kuning. Daun mahkotanya berwarna putih, dan kepala putik berwarna putih kekuningan. Buahnya berbentuk seperti lonceng dengan panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, warnanya coklat muda sampai coklat tua. Bijinya halus, sangat ringan seperti sekam yang biasa disebut sari bolong berbentuk seperti biji, berwarna kuning.

B.        Gejala atau Tanda Serangan

1.         Jati

Penyakit Mati Pucuk (Die Back) oleh jamur Phoma sp.
Gejalanya yaitu pucuk utama tanaman jati (terutama pada musim penghujan) kadangkala gagal untuk tumbuh dan bersemi. Pada pucuk tersebut lapisan jamur berwarna hitam disertai kerusakan fisik akibat serangga bertipe alat mulut penggeek pengisap. Jaringan pucuk yang diserang serangga ini menjadi kering, rapuh dan busuk (terlihat pada musim kemarau). Pucuk tanaman jati yang lain dari tanaman yang diserang tetap dapat bersemi dan berkembang secara normal, namun pertumbuhan tanaman jati tersebut tidak lurus. Akibat serangan mati pucuk, pertambahan tanaman menjadi tidak lurus dan kualitas pertumbuhannya pun menurun.

Penyakit Layu Bakteri
Penyakit ini dapat menyerang tanaman jati di persemaian dan juga jati muda di lapangan. Di lapangan diketahui pertama kali menyerang tanaman jati pada tahun 1962 di Pati.  Di persemaian, diketahui bahwa persemaian Kucur di Ngawi (1996, 1998) dan persemaian Pongpoklandak, Cianjur (1999) pernah terserang.
Kasus kerusakan jati muda akibat penyakit layu bakteri di lapangan akhir-akhir ini mulai banyak yang muncul, seperti di Haur Geulis, Indramayu (2005), Jember (2006), Pati Utara (2006 – 2008). Bahkan kasus serangan penyakit layu bakteri di Pati Utara sudah sangat luas, menyerang tanaman jati muda s.d. umur 5 tahun, dengan demikian memerlukan penanganan yang serius.
Gejala Serangan Penyakit Layu Bakteri :
      Tanaman yang dapat terserang penyakit layu bakteri ini umumnya tanaman di bawah umur 1 tahun. Namun demikian pada kondisi iklim dan tanah yang mendukung, maka tanaman jati sampai dengan umur 5 tahun dapat terserang dan mengalami kematian.
      Daun menjadi layu, menggulung, kemudian mengering dan rontok. Batang kemudian layu dan mengering. Bilamana akar diperiksa, kondisi akar sudah rusak.
        daun layu (gejala awal), kondisi kulit batang tampak masih terlihat segar/sehat. Namun bilamana diperiksa lebih lanjut dengan memotong dan menyeset kulit/membelah batang yang terserang maka akan dapat dilihat bahwa bagian jaringan kambium dan kayu gubal (xylem) telah mengalami kerusakan, walaupun jaringan kulit (floem) masih terlihat hijau segar. Pada kambium atau permukaan luar kayu gubal dapat dilihat garis-garis hitam membujur sepanjang batang.
      Untuk mengetahui penyebab penyakit layu pada tanaman jati muda ini (penyebab penyakit jamur ataukah bakteri), dapat dilakukan uji cepat di lapangan. Caranya adalah dengan memotong batang atau cabang tanaman yang mengalami gejala layu dan memiliki garis-garis hitam membujur sepanjang xylem di atas.  Batang muda atau cabang yang telah berkayu dipotong dengan panjang 20 – 30 cm, kemudian potongan di bagian ujung batang/cabang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi separuh gelas air jernih. Bilamana penyebab penyakit layu disebabkan bakteri, maka akan keluar cairan putih susu kental keluar dari potongan batang yang di dalam air. Cairan putih ini adalah koloni bakteri patogen.
      Bilamana gejala kerusakan terjadi pada tanaman di atas 1 tahun, untuk mengecek keberadaan bakteri dapat dilakukan dengan memotong cabang/batang tanaman yang telah terserang. Potongan cabang/batang dibiarkan beberapa menit, maka akan terlihat cairan putih kental keluar dari bagian xylem atau dari kambium (jaringan antara xylem dan floem). Cairan putih kental ini merupakan tanda adanya infeksi bakteri pada tanaman.
      Bakteri penyebab penyakit layu pada tanaman jati muda ini adalah bakteri Pseudomonas tectonae. Bakteri ini berkembang pada lahan jati terutama pada kondisi solum yang sangat lembab, yaitu pada musim hujan dengan curah hujan tinggi dan dengan kondisi drainase buruk.
      Waktu antara gejala awal penyakit sampai dengan tanaman jati muda yang terserang menjadi mati tergantung pada umur tanaman yang terserang. Tanaman < 1 tahun  : proses kematian berkisar 1 – 2 minggu; sedangkan pada serangan pada tanaman > 1 tahun : proses kematian mencapai beberapa bulan.
Pengendalian penyakit layu bakteri pada jati :
Untuk pengendalian penyakit layu bakteri dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara biologi, cara kimiawi, dan cara silvikultur. Untuk serangan pada masa persemaian, cocok dilakukan pengendalian dengan cara biologi dan kimiawi. Adapun untuk kasus serangan pada tanaman yang sudah ada di lapangan, maka cara silvikultur lebih efektif dan aman.
   Cara biologi, dilakukan dengan menggunakan bakteri antagonis Pseudomonas fluorescens dengan konsentrasi 108 cfu/ml dengan dosis 15 – 25 ml/pot semai, disemprotkan ke seluruh permukaan tanaman dan sekitar perakaran. Hasil uji coba Pseudomonas fluorescens efektif menekan bakteri patogen P. Tectonae, dengan meningkatnya persen tumbuh bibit dari 70% menjadi 100%.
   Cara kimiawi, menggunakan bakterisida, disemprotkan ke seluruh permukaan tanaman dan sekitar perakaran.
   Cara silvikultur, dilakukan dengan menyediakan lingkungan tempat tumbuh tanaman hutan sehingga dapat diperoleh tanaman sehat dengan produktivitas tinggi. Aplikasi silvikultur untuk penanganan penyakit layu bakteri adalah dengan memperbaiki drainase lahan dan pengaturan jenis tumpang sari pada tanaman pokok jati.  Kedua langkah tersebut perlu dilakukan agar dapat diperoleh zona perakaran jati yang sarang, tidak jenuh air, sebuah persyaratan yang dibutuhkan bagi budidaya jati yang sehat. Perbaikan drainase lahan dilakukan dengan pembuatan parit-parit drainase khususnya di daerah-daerah dengan topografi datar. Jenis tumpangsari jati – padi cenderung menciptakan lingkungan tempat tumbuh yang buruk bagi tanaman pokok jati. 

2.         Pinus

Penyakit Kanker Batang oleh jamur Diplodia pinea.
Infeksi awal kanker batang biasanya terjadi pada batang yang masih hijau, terutama pada pangkal percabangan dekat daun jarum. Infeksi patogen menyebabkan bercak-bercak pada batang yang bentuknya tidak teratur yang mengluarkan eksudat berupa resin. Daun-daun jarum yang berdekatan dengan lokasi infeksi terlihat menguning dan akhirnya kering (berwarna cokelat). Pada pohon yang telah dewasa, infeksi biasanya dimuali disekeliling kerucut tajuk, kemudian berkembang beberapa meter ke atas dan mencapai cabang. Infeksi disekeliling cabang biasanya menghasilkan kanker yang cukup besar.

Penyakit Bercak Daun Pestalotia
Penyakit bercak daun Pestalotia muncul sebagai problem persemaian pinus setelah periode sukulen semai berakhir. Awal kerusakan semai di persemaian umumnya dimulai setelah semai berumur 3 atau 4 bulan pasca sapih.
Gejala kerusakan diawali dengan timbulnya bercak-bercak kuning pada daun jarum semai, yang kemudian meluas sehingga daun-daun jarum tampak menguning (klorosis). Gejala lebih lanjut berupa mengeringnya (nekrosis) daun-daun diawali dari pucuk daun jarum ke arah pangkal, dari bagian daun bagian bawah kemudian menyebar ke arah pucuk semai. Semai yang terserang parah biasanya seluruh daun sudah mengering, hanya tersisa bagian hijau di pucuk semai. Serangan penyakit bercak daun ini sering berakhir dengan kematian ribuan semai pinus di persemaian. Untuk kasus-kasus serangan penyakit bercak daun pada semai yang lebih muda, terkadang gejala kematian diawali dari pucuk semai, sehingga semai menjadi mati pucuk.
Penyebaran penyakit antar semai dibantu oleh angin dan kelembaban udara sehingga model penyebaran kerusakan semai akan tampak berupa titik-titik (spot) yang mengelompok dan semakin meluas dengan cepat menular ke semai-semai di sekitarnya.
Penyebab Penyakit
Jamur Pestalotia sp. telah diidentifikasi sebagai jamur penyebab penyakit bercak daun. Ciri-ciri Pestalotia sp. adalah, bila menyerang tanaman akan menimbulkan bercak-bercak pada daun dengan area nekrosa yang tampak kering pada bagian tengahnya, berbintik-bintik kecil (cairan) yang berwarna hitam yang disebut acervuli jamur. Pada bagian pinggir serangan tampak berwarna coklat atau merah.
Kerusakan semai pinus di persemaian yang cukup tinggi akibat penyakit bercak daun Pestalotia sp. lebih dipicu oleh kondisi semai yang lemah akibat kondisi lingkungan yang buruk (penurunan vigoritas semai akibat kekahatan unsur hara). Hal ini karena pada dasarnya jamur Pestalotia sp. dalam kondisi normal sebenarnya merupakan parasit lemah yang mengadakan infeksi melalui luka-luka (patogen sekunder) dan umum dijumpai berasosiasi dengan daun berbagai jenis tanaman.
Pencegahan dan Pengendalian
Untuk pencegahan dan pengendalian penyakit bercak daun pinus di persemaian, perlakuan-perlakuan yang dilakukan memiliki dua fungsi, yaitu :
a)      perlakuan yang berfungsi meningkatkan tingkat kesehatan (vigoritas)  semai, antara lain melalui pemupukan (organik dan an organik), pemberian mikoriza, pemberian pelet Trichoderma atau Gliocladium. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
-         Pupuk yang digunakan sebaiknya jenis pupuk lambat tersedia (slow release fertilizer), misal Dekastar.
-         Waktu pemupukan sebaiknya setelah semai berumur 2-3 bulan sejak sapih. Hal ini dengan pertimbangan jaringan batang sudah mengeras (tidak sukulen lagi). Pemupukan pada semai sukulen sering meningkatkan kematian bibit.
-         Pupuk lambat tersedia di tabur dan dimasukkan dekat polibag (1-1,5 cm dari pangkal batang) sebanyak 10 butir.
-         Pelet Trichoderma atau Gliocladium dicampur dengan media pada saat pembuatan media semai. Dosis aplikasinya : 5 pelet Trichoderma untuk setiap polibag. Sedangkan bila Gliocladium yang dipakai, maka dosisnya ½ sendok teh per polibag.
-         Adapun dosis tablet mikoriza per polibag adalah sebanyak 1 butir.
-         Pupuk organik cair juga dapat diberikan pada bibit. Pupuk cair berasal dari rendaman kotoran kambing yang sudah matang. Pupuk cair diencerkan dan disemprotkan ke bibit di persemaian.
b)      perlakuan yang bersifat mematikan jamur patogen (melalui penyemprotan fungisida).
Dalam pelaksanaan tindakan pengendalian penyakit di persemaian, kedua fungsi di atas tidak dapat dipisah-pisahkan.
Perlakuan penting pertama sebagai langkah preventif diterapkan pada bibit di persemaian sejak awal sebelum bibit terserang. Dengan pertumbuhan dan vigoritas yang optimal maka ketahanan semai terhadap resiko terberat penyakit bercak daun berupa kematian bibit, dapat dipertahankan sampai dengan semai siap tanam. 
Tindakan pencegahan dalam kasus serangan penyakit bercak daun pinus harus menjadi pilihan utama. Hal ini mengingat seringkali tindakan pengobatan penyakit bercak daun pinus berakhir dengan kematian ribuan bibit (bibit gagal diselamatkan), terutama bilamana gejala kerusakan terlambat ditangani.
Dalam pelaksanaan pengobatan/recovery semai, di samping tindakan mematikan jamur patogen, semai harus segera disuplai nutrisi tambahan agar semai dapat pulih dan tumbuh sehat.
Berikut ini langkah-langkah pengendalian bilamana terjadi serangan penyakit bercak daun Pestalotia :
-         Seleksi dan Sortasi Bibit : bibit-bibit dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahan serangan.
-         Tindakan wiwil daun dan pucuk semai yang terserang : daun-daun atau pucuk semai yang kering akibat serangan penyakit bercak daun harus digunting/dipotong. Daun-daun kering atau pucuk semai yang mati kering dapat menularkan penyakit ke daun-daun/semai pinus yang masih sehat. Gejala serangan bercak daun di pucuk semai biasanya terjadi pada semai umur awal (± umur 3 bulan), bila serangan terjadi
-         Daun-daun kering bekas terserang di atas, harus dimusnahkan/dibakar agar tidak menularkan jamur Pestalotia ke semai-semai lainnya.
-         Pemberian suplemen tambahan guna meningkatkan kesehatan semai (antara lain pupuk kimia/organik cair, pelet Trichoderma - T. reesei atau Gliocladium)
-         Penyemprotan dengan menggunakan fungisida. Untuk pencegahan penyemprotan 10 hari sekali selama 3 bulan, untuk pengobatan penyemprotan 5 hari sekali selama 3 bulan.

3.         Sengon
Penyakit Akar Merah oleh jamur Ganoderma pseudoffereum.
Gejalanya dapat dilihat pada tajuk atau pada akar. Penyakit akar merah yang menyerang tajuk mengakibatkan daun-daun yang menguning, kering, dan akhirnya rontok. Sedangkan penyakit akar merah yang menyerang akar terlihat adanya selaput miselium berwarna merah bata dilekati oleh butir-butir tanah. Miselium yang baru saja tumbuh umumnya berwarna putih, krem dan merah yang khas hanya terjadi bila miselium menjadi tua. Pada tingkatan serangan lebih, jamur membentuk badan buah (basidiokarp) pada pangkal batang, bahkan dapat pula merabat sampai ke bagian atas batang pohon.

4.         Ampupu

Penyakit Tumor Batang oleh Nectria sp. dan Cytospora sp.
Gejala serangan penyakit tumor batang berupa luka atau kematian (nekrotik) pada kulit batang yang terjadi secara lokal. Jaringan yang masih hidup yang terdapat di pinggir kanker akan menebal sehingga seakan-akan bagian yang sakit tenggelam dan terletak lebih rendah daripada bagian di sekelilingnya, gejala serangan lebih lanjut adalah terjadinya pembengkakan batang sehingga kulit batang pecah-pecah arah membujur. Demikian pula bagian kambiumnya dan bagian kayunya ikut pecah. Tumor batang sering berasal dari luka pada kulit batang atau mulai pada bekas patahan cabang yang mati yang kemudian menyebar kesekelilingnya. Pohon dapat hidup terus dan menahan meluasnya kanker dengan jalan membentuk kalus di sekitar kanker. Tetapi bila kanker berkembang lebih cepat dari pada pembentukan jaringan pertahanan, maka tidak akan ada kalus yang terbentuk hingga kanker akna meluas dengan cepat dan menyerang kalus yang baru terbentuk.

1.         Akasia

1.         Penyakit Busuk Hati (Heart Rot) oleh jamur Phellinus sp. dan P. Npxius.
Gejala serangan penyakit ini dapat dibagi dalam enam tingakatan, yaitu busuk kantung (pocket rot), dimana pada potongan melintang batang terlihat kayu teras yang berwarna merah jambu (pink) seperti bunga karang yang terlihat di dalam kantung. Kedua yaitu busuk balok (blocky rot), bagian dalam kayu berwarna cokelat pucak samapai putih, jaringan kayu mudah runtuh, dan pecah apabila dipotong dengan pisau. Ketiga yaitu busuk serabut (stringy rot), bagian dalam kayu berwarna putih pucat, kuning sampai putih, berserat, dan pecah sepanjang tepinya. Keempat yaitu busuk bunga karang (spongy rot), dimana bagian hati kayu berwarna kunging sampai putih, berbentuk bunga karang, kering, da pecah menjadi serpihan-serpihan kecil. Kelima yaitu busuk berair (wateru rot), bagian hati kayu berwarna cokelat sangat basah, berserat seperti spon dan berbau busuk. Keenam yaitu hollow (kosong), dimana terdapat lubang-ubang kosong dengan tanda pembususkan. Gejala tingakt empat samai dengan 6 merupakan stadium lanjut dari penyakit busuk hati. Gejala akan berkembang, sejalan dengan bertambahnya umur tanaman.

1.         Penyakit Busuk Kulit oleh jamur Pythophtora palmivora.
Gejala penyakit busuk kulit berupa cairan berwarna hitam yang berbau busuk pada kulit batang. Cairan ini menjadi kering pada musim kemarau dan menjadi basah berlendiri pada musim penghujan. Kulit batang yang sehat dan yang terkena cairan hitam memiliki batas yang jelas. Batas tersebut semula tebal karena adanya cairan hitam yang mengendap (susut) dan menjadi lunka. Bila kulit yang berwarna hitam dikupas, warna kayunya lebih gelap dibandingkan denganwarna kayu dibawah kayu yang sehat. Kulit kayu yang terserang berat akan berwarna cokelat merah baunya menjadi lebih tajam (bau khas legum hilang). Cairan hitam menyebar atau bahkan menyelimuti batang dan berkembang ke bawah mulai dari pangkal penyebaran, baikpada batang ganda (multi stem) maupun batang tunggal (single stem).

1.         Kayu Putih

Penyakit Kutil Daun oleh Eriophyoes sp.






Gejala serangan yaitu dengan terbentuknya kutil berwarna kunign muda pada permukaan atas daun. Kutil daun tersebut berkembang membentuk kutil berukuran besar. Perkembangan kutil daun dapat terjadi secara sendiri atau mengelompok menjadi satu. Kutil pada daun yang telah tua relatif tidak mengganggu, namun pada daun yang masih muda dan belum berkembang sempurna dapat menggangu pertumbuhan daun. Serangan penyakit kutil daun dapat megakibatkan sel-sel daun mengalami degenerasi bahkan kerusakan.

1.         Meranti

Penyakit Kerdil (Mikoplasma) oleh Cicadelidae atau Jassidae.
Gejala serangan berupa prolepsis, yaitu munculnya kallus yang menumpuk mirip bola-bola kecil yang bergerombol pada batang, terutama di ketiak cabang. Gejala ini dapat berkembang sangat intensif dan pada kallus yang masih segar sering tumbuh daun berwarna hijau muda, kecil dan kaku. Gejala ini banyak terjadi pada tanaman yang berasal dari cabutan alam, sedangkan tanaman yang berasal dari stek pucuk jarang menunjukkan gejala tersebut. Gejala ini dapat mengakibatkan pertuubuhan tanaman menjadi terhambat dan tidak dapat tumbuh normal meskipun umurnya telah mencapai beberapa tahun.

1.         Teknik Pencegahan dan Pengendalian

1.         Penyakit Mati Pucuk (Die Back) oleh jamur Phoma sp. Pada Jati
Gejala mati pucuk terlihat jelas pada musim hujan, maka pada awal musim hujan pucuk-pucuk yang menunjukkan gejala serangan penyakit harus dipotong untuk menghilangkan sumber inokulum disertai dengan pemupukkan untuk memacu pertumbuhan tanaman.
Pada musim hujan perlu dilakukan pemangkasan terhadap tanaman pelindung untuk mengurang kelembapan, sedangkan pada musim kemarau, pemangkasan terhadap tanaman pelindung tidak perlu dilakukan atau hanya dilakukan pemangkasan ringan saja agar kelembapan lingkungan tetap terjamin. Tanaman jati yang menunjukkan gejala mati pucuk harus diberi tanda dan diprioritaskan untuk ditebang pada saat penjarangan tanaman.
2.         Penyakit Kanker Batang oleh jamur Diplodia pinea pada Pinus
Melakukan monitoring sambil melakukan pekerjaan thinning atau pemangkasan tajuk secara teratur, terutama tajuk-tajuk yang kering dan menunjukkan gejala penyakit kanker batang untk menghilangkan dan mengurangi jumlah inokulum. Pohon-pohon pinus yang menunjukkan gejala terserang penyakit kanker batang harus segera diberi pupuk untuk meningkatkan kesehatan tanaman.

3.         Penyakit Akar Merah oleh jamur Ganoderma pseudoffereum Pada Sengon.
Hal yang lebih khusus pada tanaman sengon yaitu kecenderungan timbulnya jamur akar merah pada tanaman tua di atas umur 7 tahun. Oleh karena itu, untuk menghindarkan tanaman dari kerusakan yang lebih parah sebaiknya dilakukan pemanenan (penebangan) segera setelah pohon masuk tebang.

4.         Penyakit Tumor Batang oleh Nectria sp. dan Cytospora sp Pada Ampupu.
Sebelum penanaman perlu dilakukan kajian kecocokan lahan dan jenis yang akan ditanaman. Jarak tanaman harus dibuat sedemikian rupa sehingga kelembapan pertanaman tidak tinggi. Perawatan monitoring yang terus-menerus perlu dilakukan, terutama di daerah yang rawan terhadap penyakit kanker. Apabila dalam satu lokasi telah ditemukan beberapa pohon yang menunjukan gejala kanker batang, hendaknya pohon-pohon tersebut segera ditebang dan disingkirkan untuk mencegah meluasnya penyakit. Apabila dalam satu rotasi tanam telah ditemukan banyak pohon yang menderita kanker batang, maka pada rotasi berikutnya hendaknya tidak dilakukan penanaman dengan jenis tersebut.

5.         Akasia

1.         Penyakit Busuk Hati (Heart Rot) oleh jamur Phellinus sp. dan P. Npxius.
Pemilihan jenis yang sesuai dengan tempat tumbuh (site) merupakan faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya penyakit busuk hati secara meluas. Seleksi benih dari induk yang berkualitas dan berpenampilan bagus (pohon plus) dapat mengurangi terjadinya serangan penyakit busuk hati. Apabila dalam suatu areal telah terjadi epidemi penyakit busuk hati, maka rotasi harus diganti dengan jenis lain yang tahan terhadap serangan jamur.

2.         Penyakit Busuk Kulit oleh jamur Pythophtora palmivora Pada Akasia.
Karena penyakit sangat didukung oleh kondisi yang lembab dan gelap serta adanya pelukaan dan percabangan, maka salah satu cara pengendaliannya adalah dengan pemangkasan cabang (pruning) untuk memberikan suasana terang dan mengurangi kelembapan pada area pertanaman. Pemakaian fungisida untuk melumas kulit tidak dianjurkan karena tingkat efektifitasnya masih diragukan dan secara ekonomis mahal.

6.         Penyakit Kutil Daun oleh Eriophyoes sp. Pada Kayu Putih
           Melakukan sanitasi dan eradikasi bersmaan dengan waktu pemangkasan tanaman.
           Melakukan monitoring secara cermat agar intensitas eranga tetap dibawah ambang ekonomi.
           Menggunakan bibit tanaman kayu putih yang relaif tahan terhadap penyakit kutil daun sehingga serangan tungau tidak mengakibatkan berkurangnya jumlah dan kualitas minyak kayu putih yang dihasilkan.
1.         Penyakit Kerdil (Mikoplasma) oleh Cicadelidae atau Jassidae pada Meranti.
           Infeksi mikoplasma diduga sudah terjadi sejak anakan tanaman masih berada di alam. Oleh karena itu anakan tanaman perlu diseleksi untuk mengurangi terjadinya penyakit.
           Semai yanga berasal dari pembiakan vegetatif jarang terserang mikroplasma, maka perlu dikembangkan tanaman yang berasal dari pembiakan vegetatif, misalnya stek pucuk, untuk menghindarkan tanaman dari infeksi mikroplasma.
           Pengendalian serangga (vektor) mikroplasma dapat menggunakan pestisida (terutama dipersemaian) dan pengendalian biologinya perlu dicarikan musuh alaminya di lapangan.
           Untuk menjamin kualitas tanaman yang berasal dari cabutan alam, perlu dicari pohon induk yang berkualitas (pohon plus), baik dari segi penampilan maupun kesehatannya.
           Indakan sanitasi dan eradikasi perlu dilakukan untuk mengurangi sumber inokulum dan populasi serangga vektor yang di lapangan.






Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

PENGENALAN SERANGGA





PENGENALAN SERANGGA
(Laporan Praktikum Perlindungan Hutan)








Oleh

Rumiko Rivando                     0814081062
Pices Raini Dwi Putri              0814081057
Apriyanita Pitri N                   0814081029
Yupi Yani Pratiwi                   0814081066
Panji Setya                              0854081008
A Basyir Firdaus                     0714081024
Oben                                       0714081054










JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010



I  PENDAHULUAN


A.Latar belakang

Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga yang besar atau raksasa (Arief,1994 ).
Di dalam ekosistem hutan itu juga terdiri dari faktor biotik dan abiotik yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Salah satu faktor biotik dalam ekosistem hutan adalah  hewan-hewan yang hidup di dalamnya. Hewan-hewan tersebut menggunakan hutan sebagai tempat tinggalnya dan tempat mencari pakan. Hewan tersebut bisa juga datang dari daerah lain dan berkembangbiak dalam suatu tipe hutan. Dalam keadaan sesuai dengan daya dukungnya maka keberadaanya tidak akan menimbulkan gangguan. Tetapi bila kemampuan berkembangbiaknya melebihi daya dukungnya akan menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Hewan-hewan yang berpotensial sebagai penyebab kerusakan hutan adalah termasuk dalam kelas serangga ( insecta). Keragaman dan kelimpahan jenis sangat berpotensial sebagai penyebab kerusakan.
Pengenalan akan sifat biologis,ekologis dan tingkat serangan sangat diperlukan dalam mengenali setiap serangga yang berpotensi sebagai perusak. Pengetahuan biologi serangga meliputi : morfologi serangga,tahapan perkembangan,tipe mulut,pola hidup,dan pola serangan sangat diperlukan dalam mengenali jenis-jenis serangga berpotensi dalam ekosistem hutan.




B.Tujuan   

Adapun tujuan dari pratikum ini adalah sebagai berikut:

  1. Mahasiswa mengetahui taksonomi serangga
  2. mahasiswa mengetahui morfologi serangga
  3. mahasiswa mengetahui bagian-bagian tubuh serangga yang berpotensi sebagai hama.


C. Lokasi Praktikum

Hari / tanggal     :   Kamis , 19 Februari 2010
Lokasi                : Laboratorium silvikultur dan perlindungan hutan Universitas
Lampung
Waktu                :   11.00 WIB s/d 12.00 WIB
















II. TINJAUAN PUSTAKA


Belalang adalah serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek. Suara yang ditimbulkan beberapa spesies belalang biasanya dihasilkan dengan menggosokkan femur belakangnya terhadap sayap depan atau abdomen (disebut stridulasi), atau karena kepakan sayapnya sewaktu terbang. Femur belakangnya umumnya panjang dan kuat yang cocok untuk melompat. Serangga ini umumnya bersayap, walaupun sayapnya kadang tidak dapat dipergunakan untuk terbang. Belalang betina umumnya berukuran lebih besar dari belalang jantan.(wikipedia,2010).
Serangga (disebut pula Insecta, dibaca "insekta") adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga pasang); karena itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari bahasa Yunani, berarti "berkaki enam"). Serangga ditemukan di hampir semua lingkungan kecuali di lautan. Kajian mengenai peri kehidupan serangga disebut entomologi.
Lebih dari 800.000 spesies insekta sudah ditemukan. Terdapat 5.000 spesies bangsa capung (Odonata), 20.000 spesies bangsa belalang (Orthoptera), 170.000 spesies bangsa kupu-kupu dan ngengat (Lepidoptera), 120.000 bangsa lalat dan kerabatnya (Diptera), 82.000 spesies bangsa kepik (Hemiptera), 360.000 spesies bangsa kumbang (Coleoptera), dan 110.000 spesies bangsa semut dan lebah (Hymenoptera). Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Fosil-fosilnya dapat dirunut hingga ke masa Ordovicius. Fosil kecoa dan capung raksasa primitif telah ditemukan. Sejumlah anggota Diptera seperti lalat dan nyamuk yang terperangkap pada getah juga ditemukan . Hewan ini juga merupakan contoh klasik metamorfosis. Setiap serangga mengalami proses perubahan bentuk dari telur hingga ke bentuk dewasa yang siap melakukan reproduksi. Pergantian tahap bentuk tubuh ini seringkali sangat dramatis. Di dalam tiap tahap juga terjadi proses "pergantian kulit" yang biasa disebut proses pelungsungan. Tahap-tahap ini disebut instar. Ordo-ordo serangga seringkali dicirikan oleh tipe metamorfosisnya. Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian utama, sementara bentuk pradewasa biasanya menyerupai moyangnya, hewan lunak beruas mirip cacing. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa adalah kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen). (wikipedia,2010)
Ciri-ciri Arthropoda
- Tubuh beruas-ruas terdiri atas kepala (caput), dada (toraks) dan perut (abdomen).
- Bentuk tubuh bilateral simetris, triploblastik, terlindung oleh rangka luar dari kitin.
- Alat pencernaan sempurna, pada mulut terdapat rahang lateral yang beradap- tasi untuk mengunyah dan mengisap. Anus terdapat di bagian ujung tubuh.
- Sistem peredaran darah terbuka dengan jantung terletak di daerah dorsal (punggung) rongga tubuh.
- Sistem pernafasan: Arthropoda yang hidup di air bernafas dengan insang, sedangkan yang hidup di darat bernafas dengan paru-paru buku atau permukaan kulit dan trakea.
- Sistem saraf berupa tangga tali. Ganglion otak berhubungan dengan alat indera.
- Arthropoda memiliki alat indera seperti antena yang berfungsi sebagai alat peraba, mata tunggal (ocellus) dan mata majemuk (facet), organ pendengaran (pada insecta) dan statocyst (alat keseimbangan) pada Curstacea.
- Alat eksresi berupa coxal atau kelenjar hijau, saluran Malpighi. (e-dukasi,2010)


III.METODE PRATIKUM


A. Alat dan bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah plastik, buku gambar, alat tulis, penggaris dan contoh belalang..

B.Cara kerja   

Adapun cara kerja dalam pratikum ini adalah :
  1. mahasiswa dibagi dalam kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 orang
  2. mahasiswa dapat menyebutkan masing-masing dua contoh serangga dari 6 ordo serangga
  3. masing-masing kelompok mencari contoh serangga belalang ( Coleodoptera ) untuk digambar.
  4. bagian-bagian yang digambarkan adalah bagian kepala (chalus), badan (thorax), perut (abdomen),dan kaki dengan pensil.
  5. menyebutkan secara lengkap keseluruhan bagian dari belalang.











IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan berupa gambar yang dilampirkan pada lampiran.
























V. KESIMPULAN DAN SARAN

  
A.          Kesimpulan
Adapun  kesimpulan dari pratikum ini adalah sebagai berukut :
1.      Secara morfologi, tubuh belalang dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian utama, yaitu kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen).
2.      Tipe mulut pada belalang adalah penggigit dan penguyah yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
3.      Belalang mengalami metamorfose sederhana (paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur ---> nimfa ---> dewasa (imago).




B.           Saran

Adapun saran agar pada praktikum tentang pengenalan serangga dapat berjalan dengan baik lagi maka sebelum praktikum dimohonkan agar menyipkan contoh belalang supaya waktu praktikum lebih efisien lagi.







                      DAFTAR PUSTAKA





http://rioardi.wordpress.com/2009/01/21/ordo-ordo-serangga/ Diakses pada Sabtu,20           Februari 2010

http://fp.uns.ac.id/~hamasains/dasarperlintan-2.htm .Diakses pada Sabtu,20           Februari 2010














LAMPIRAN

















Lampiran












Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer